Kamis, 08 Maret 2012

Tanah Abang

SEJARAH
Sejarah Tanah Abang dimulai pada abad ke-17 saat kota Batavia mengalami perluasan tata kota ke arah selatan, Timur dan Barat.  Salah seorang penyewa lahan di Tanah Abang bernama Phoa Bing Ham berkontribusi dengan membangun kanal yang menghubungkan ketiga wilayah itu yang juga digunakan sebagai jalur distribusi untuk mengangkut hasil kebunnya untuk diperdagangkan.  Ia membuat jalur kanal dari selatan menyusur disepanjang Jl Gajah Mada hingga sampai ke kali Ciliwung di Timur.  Ke wilayah Barat Batavia, ia menggali kanal hingga ke ujung Kebon Sirih hingga terhubung ke Kali Krukut.
Pembangunan kanal pada akhirnya berkembang menjadi mata rantai perdagangan yang menghubungkan wilayah-wilayah di sekitar Batavia.  Salah seorang pemilik tanah, Justinus vink, mendirikan pasar Tanahabang (Pasar Sabtu) dan pasar Weltevreden (Pasar Senen) pada tahun 1735.  Hari pasar dan barang yang diperdagangkan ditentukan oleh pemerintah yang berkuasa berdasar surat izin yang dikeluarkan untuk masing-masing pasar.  Untuk Tanah Abang sendiri barang yang diperdagangkan adalah tekstil, kelontong dan hasil bumi.
Menjelang akhir abad ke-19, Tanah Abang mulai banjir pedagang dari Arab, hingga statistik mencatat jumlah orang Arab di Tanah Abang mencapai 13ribu jiwa pada tahun 1920.  Kedatangan orang-orang Arab memicu perdagangan ternak kambing karena kegemaran orang Arab menyantap makanan sejenis domba itu.  Tak heran Tanah Abang juga dikenal dengan sebutan pasar kambing.  Konon, pedagang kambing yang ada saat ini merupakan pedagang kambing turun-temurun.
Keberadaan Pasar Tanah Abang sangat berpengaruh terhadap tumbuhnya perkampungan disekitarnya.  Secara alami, banyak masyarakat bermukim dan membangun tempat tinggal hingga pemerintah membuat wilayah tersebut dalam satu kecamatan bernama Tanah Abang.
PADA MASA KINI

Sangat berbeda tanah abang pada masa kini karna banyak hal hal yang modern di pasar tanah abang pada masa kini , hal yang pengaruh dalam proses modern tanah abang pada masa kini adalah banyak pedagang dari seluruh nusantara yang sangat berminat berdagang di pasar tanah abang dan factor pemicu yang sangat berpengaruh adalah banyak pembeli yang membeli baju untuk di jual kembali di daerahnya. Tampak terlihat pada foto ini , pasar tanah abang sangat berkembang pesat di masa kini tetapi tanah abang terkenal dengan preman preman yang sering memalak atau dalam kata halusnya “uang keamanan”. Faktor yang paling berubah dalam perubahan tanah abang , pasar tanah abang mulai menjadi seperti MALL tetapi perbedaanya masih menggunakan transaksi langsung.
WAWANCARA
Narasumber : pa kasim
Saya                       :Halo pak , boleh saya wawancara kepada bapak ?
Pa Kasim              :Boleh boleh de.
Saya                       :Nama bapak siapa ya?
Pa Kasim              :Nama bapak kasim de.
Saya                       :Bapak asli mana pak dan sekarang tinggal dimana?
Pa kasim              :Bapak asli brebes de dan bapak tinggal di mana mana de , ya kadang  di kolong jembatan.
Saya                 :ohh , berarti bapak sedang merantau ya , bapak sudah lama jualan minuman ES di sini pak?
Pa Kasim              :ya kurang lebih 3 tahunan lah de.
Saya                       :Menurut bapak , apakah berjualan di tanah abang menguntungkan bagi bapak ?
Pa Kasim              :Ya sangat menguntungkan bagi bapak de , di sini tiap hari pembeli ramai   de. Walaupun bapak hanya berjualan minuman kecil-kecilan tapi bapak sangat bersyukur karna dapat membiayai kehidupan keluarga bapak di kampung de.
Saya                       :Terimakasih bapak kasim , semoga jualannya makin ramai dan banyak orang kehausan agar membeli minuman jualan bapak


Selasa, 29 November 2011

Masjid Jami




Masjid Jami' Pontianak atau dikenal juga dengan nama Masjid Jami' Sultan Abdurrahman adalah masjid yang berlokasi di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Masjid ini merupakan satu dari dua bangunan yang menjadi pertanda berdirinya Kota Pontianak pada 1771 Masehi, selain Keraton Kadriyah.
Pendiri masjid sekaligus pendiri Kota Pontianak adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie. Ia seorang keturunan Arab, anak Al Habib Husein, seorang penyebar agama Islam dari Jawa. Al Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi. Al Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober 1771. Kemudian mereka membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru. Abdurrahman mendirikan sebuah kerajaan baru Pontianak. Ia pun membangun masjid dan istana untuk sultan.
Masjid yang dibangun aslinya beratap rumbia dan konstruksinya dari kayu. Syarif Abdurrahman meninggal pada 1808 Masehi. Ia memiliki putera bernama Syarif Usman. Saat ayahnya meninggal, Syarif Usman masih berusia kanak-kanak, sehingga belum bisa meneruskan pemerintahan almarhum ayahnya. Maka pemerintahan sementara dipegang adik Syarif Abdurrahman, bernama Syarif Kasim. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak, pada 1822 sampai dengan 1855 Masehi. Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman, dan dinamakan sebagai Masjid Abdurrahman, sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa ayahnya.
Beberapa ulama terkenal pernah mengajarkan agama Islam di masjid Jami' Sultan Abdurrahman. Mereka di antaranya Muhammad al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H. Ismail Jabbar, dan H. Ismail Kelantan.
Masjid Jami' Pontianak dapat menampung sekitar 1.500 jamaah salat. Masjid akan penuh terisi jamaah salat, saat waktu salat Jumat dan tarawih Ramadan. Pada sisi kiri pintu masuk masjid, terdapat pasar ikan tradisional. Di belakangnya merupakan permukiman padat penduduk Kampung Beting, kelurahan Dalam Bugis dan di bagian depan masjid, yang juga menghadap ke barat, terbentang Sungai Kapuas.


Saluang

 
Dekskirpsi Saluang
    "Saluang" merupakan alat musik tiup yang berfungsi mengiringi dendang tradisional Minangkabau dalam tradisi "Saluang Dengandang". Kegembiraan, kesedihan dan kerinduan hati masyarakat minangkabau dapat di ungkapkan melalui pantun "Saluang-Dendang". Dewasa ini alat tiup : "Saluang" ada yang di laras sesuai tuntutan komposisi musik kreasi baru dan musik populer, karena sudah memasyarakatnya kehidupan tradisi musik "Saluang-Dendang" maka kesenian ini tidak khawatir terhadap inovasi.
    Sebaiknya orang yang belajar meniup saluang itu berasal dari pendendang. Jika langsung belajar meniup saluang agak lamabat untuk menguasainya. Dia dapat meguasai tapi lenih lama untuk mahir. Sebaiknya berasal dari pendendang, sebab ia langsung menghayati iramanya.Sebaiknya belajar berdendang terlebih dahulu kemudian baru belajar meniup saluang. Jadi irama dendang yang sudah di hayatinya dapat di cobakan melalui tiupan saluang. Belajar meniup saluang itu harus ulet jangan setengah hati, seperti kata pepatah : "Beruburu ke padang datar dapat rusa belang kaki . berguru kepalang ajar bagaikan bunga kembang tak jadi". Sebaiknya jangan belajar kalau cuma setengah hati , percuma.
Kesimpulan
Sebaiknya bagi pemula yang baru mau belajar alat tradisional "Saluang" , harus sesuai dengan hati sepenuhnya tidak karna paksaan dan memainkan alat ini tidak hanya sekedar untuk mengisi waktu kosong tetapi harus sering sering di mainkan.